ICT and Internet Business is an Independent Blog Focusing on ICT and Internet Business, eBusiness, Digital Media, Online Advertising, Internet Marketing, Mobile and Wireless, etc.

Cashless Society

  • Posted: Wednesday, April 12, 2006
  • |
  • Author: pradhana

Wacana mengenai cashless society ini, terus bergulir. Sebagai konsep, cashless society memang masih membutuhkan pembahasan lebih lanjut, karena hal itu diperkirakan akan berdampak sangat luas, bukan hanya pada aspek keuangan dan sistem transaksinya, melainkan juga terhadap aspek budaya, ekonomi dan keamanan.

Menerapkan konsep cashless society secara penuh, bukan saja masih diragukan, melainkan menuntut upaya yang luar biasa besar, dan tak bisa tidak, harus memiliki topangan yang kuat, baik dari aspek sistem itu sendiri, maupun budaya yang mendukungnya.

Namun, cashless society tidak berarti bahwa orang-orang akan dialihkan untuk tidak menggunakan uang, alias barter. Fase itu sudah lewat. Begitu juga giralisasi, dimana sejak tahun 70-an bank-bank sudah mulai memperkenalkannya, yang semakin mendorong banyak orang mengenal dan mau bertransaksi melalui sistem perbankan.

Sistem giralisasi, kini lebih banyak dilakukan untuk pembayaran yang besar-besar. “Mungkin, kini tidak ada lagi orang yang kalau mau membeli mobil harus membawa uang tunai sekarung langsung pergi ke showroom. Karena, hal itu kini dapat dilakukan dengan mudah melalui nota kredit, atau perintah transfer,” ujar Mohmad Ishak menegaskan.

Sekarang ini, sebagian besar masyarakat telah mengenal sistem perbankan, karena institusinya sudah tersedia di mana-mana, bahkan sampai di pedesaan-pedesaan. ATM kini tersedia di banyak tempat, dan semakin banyak pula anggota masyarakat yang menggunakannya. Selain sistem perbankan, dengan sejumlah layanannya, yang kini banyak tersedia dan mudah dijangkau, masyarakat juga merasa dimudahkan dengan adanya sistem tersebut. Nilai kemudahan itulah yang tampaknya juga menjadi pendorong, selain ketersediaan layanan yang semakin meluas itu.

Namun, transaksi-transaksi yang kecil-kecil, seperti membayar parkir di mal dan gedung perkantoran, membeli bahan-bakar di SPBU-SPBU, membayar tol, membayar tagihan (air, listrik, telepon, kartu kredit dan sebagainya), hingga saat ini masih sebagian besar menggunakan uang tunai bernilai nominal kecil-kecil. Kalau pun mereka membayarnya secara tunai dengan menggunakan uang kartal bernilai tukar besar, tetapi kembaliannya tetap masih membutuhkan uang kecil.

Bukan saja pengguna dan penyedia layanan yang harus menyediakan uang kecil semacam itu, Bank Indonesia juga tak mudah menyediakannya. Di sisi lain, meski sekarang ini pemegang kartu-kredit sudah cukup banyak (menurut data BI per Nopember 2005 mencapai 6,72 dari 21 bank penyelenggara), namun dinilai tidak praktis untuk digunakan pada transaksi-transaksi kecil seperti itu. Adakah sistem yang cocok untuk menjawab masalah tersebut? Upaya-upaya apa saja yang perlu dilakukan untuk menerapkannya?

Seandainya cashless society diterapkan, apakah hal itu justru tidak lagi menyisakan ruang bagi usaha-usaha kecil (UKM) yang nota bena selalu menggunakan uang tunai? Mungkinkah menggunakan sistem pembayaran non-tunai berbasis elektronik dalam mendukung usahanya? Seberapa luas jangkauan cashless society yang dipertimbangkan untuk diterapkan di Indonesia?

1 people have left comments

Anonymous

Anonymous said:

pak, bukannya tulisan ini yang dimuat di Ebizz Asia, Volume IV No.33, Maret-April 2006?

Artikel itu Bapak yang tulis atau postingan ini diambil dari sana,ya?
kok ga ada keterangannya...

Commentors on this Post-