ICT and Internet Business is an Independent Blog Focusing on ICT and Internet Business, eBusiness, Digital Media, Online Advertising, Internet Marketing, Mobile and Wireless, etc.

Wal-Mart tak lagi fokus di “harga murah”?

  • Posted: Saturday, March 25, 2006
  • |
  • Author: pradhana

Pertanyaan ini mungkin muncul di banyak benak para pelanggannya, terutama setelah Wal-Mart membuka sebuah toko barunya di Texas, yang lebih berorientasi menjual produk-produk kelas premium dan dengan target pasar yang berbeda dari yang selama ini diusung Wal-Mart. Tak kurang dari 1500 produk-produk berharga premium dijual di toko baru ini, salah satunya minuman anggur seharga USD500 per botol.

Begitu juga tampilan toko Wal-Mart yang baru ini berbeda dengan toko-toko Wal-Mart pada umumnya, dan lebih menonjolkan situasi dan penataan pajangan produk-produk yang terkesan lebih mewah. Media menyebutnya bahwa Wal-Mart tengah melakukan eksperimen, karena ini bukan ciri khasnya Wal-Mart.

Namun, Laura Ries, seorang marketing guru dari Ries & Ries Consultant, yang juga anak marketing guru Al Ries, melihat apa yang dilakukan Wal-Mart justru tidak dinilai positif bagi masa depannya. Mengapa? Laura melihat bahwa hal itu justru akan semakin menggerogoti merek yang sudah begitu kuat tertancap di benak pelanggannya selama ini, yakni bahwa Wal-Mart sama dengan “harga murah”.

Betapapun Wal-Mart sendiri berkeinginan untuk menjadikan tokonya sebagai penyedia berbagai produk untuk berbagai kalangan dan memberikan kemudahan untuk mendapatkannya, namun Laura melihat keinginan itu sulit tercapai. Mengapa? Karena seorang pelanggan akan memiliki pandangan atau kesan tersendiri terhadap apa yang dibelinya, yang secara esensial akan terkait dengan merek dan nilai apa yang akan diterimanya, termasuk di mana dia membelinya.

Laura mencontohkan, seseorang akan memiliki nilai sendiri ketika mereka meminum kopi di Starbucks misalnya, dibandingkan di toko lainnya, meskipun mereka tahu bahwa membeli kopi di Starbucks harganya tidak murah. Namun, pembeli memiliki nilai tersendiri. Begitu juga, ketika orang akan membeli produk-produk fashion kelas premium mereka akan memiliki nilai sendiri dan membelinya di toko-toko tertentu yang mewakili kelas merek-merek produk fashion yang dibelinya itu.

Di Indonesia, misalnya orang akan sangat terkesan “kelas atas” kalau membeli baju, parfum atau sepatu di mal-mal kelas atas seperti Mal Pondok Indah, Plaza Senayan atau Plaza Indonesia dibandingkan di mal-mal lainnya. Perasaan berada di “kelas” itu yang sesungguhnya memberikan nilai tersendiri yang mendorong pilihan pelanggan.

Laura melihat bahwa seorang pelanggan yang sama tak akan membeli semua keperluan dan kebutuhannya pada tempat yang sama. Di sisi lain, mungkin ada pandangan bahwa pelanggan itu ada kelas atas dan ada kelas bawah, namun Laura tidak setuju dengan pandangan itu, terutama jika semuanya ditempatkan menjadi satu di tempat yang sama.

“The notion that there are two types of customers, low end and high end, is a fallacy. The same customers will shop in different stores for different things at different price points on different occasions. A customer might buy basics at Wal-Mart to save money, cheap fashionable clothing at Target, bulk items at Costco and splurge at Saks on a designer dress. The customer doesn’t want to nor will she or he accept one store to sell them everything."
Dalam kasus Wal-Mart ini, Laura lebih melihatnya perlu ada merek baru yang dibangun untuk memenuhi keinginan itu, sehingga Wal-Mart yang telah sangat lekat dengan kesan “harga murah” tak mengalami penggerogotan nilai, dan Wal-Mart tetap bisa masuk ke layanan kelas atas, dan tentu dengan “cita rasa” kelas atas pula. Sehingga merek yang telah tertanam kuat selama ini tak mengalami erosi, yang bukan tak mungkin justru akan berdampak besar di kemudian hari.

Di sisi lain, Laura mencontohkan bagaimana kesan kuat Toyota tak tersaingi dengan kesan lain, alias fokus di kelasnya, sementara Toyota tetap bisa masuk di kelas atas dengan mengeluarkan merek lainnya, yakni Lexus. Ini, setidaknya tidak akan membebani suatu merek dengan beban yang sarat karena harus membawa berbagai nilai sekaligus, meskipun merek itu sudah sangat terkenal.

Related articles:

0 people have left comments

Commentors on this Post-