ICT and Internet Business is an Independent Blog Focusing on ICT and Internet Business, eBusiness, Digital Media, Online Advertising, Internet Marketing, Mobile and Wireless, etc.

Balada BTS

  • Posted: Monday, July 03, 2006
  • |
  • Author: pradhana

Awal tahun 95-an, ketika layanan komunikasi seluler dimulai, tak pernah terbayangkan bahwa kota-kota besar seperti Jakarta, Surbaya, Medan dan lainnya akan disesaki oleh hutan menara BTS (base transceiver station) seperti saat ini. Lihat saja kawasan Jakarta, dan sekitarnya, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, yang kini memiliki ribuan BTS.

Telkomsel saja diperkirakan sudah mendirikan tak kurang dari 3.400 BTS di kawasan ini. Kabarnya, tahun 2006 ini akan menambah sekitar 600 BTS baru, sehingga total mencapai 4,000 BTS. Sementara di seluruh Indonesia, untuk tahun 2006, Telkomsel berencana membangun 3.500 BTS. Belum lagi operator-operator lainnya, seperti Indosat, Excelcomindo, Mobile 8, Esia dan lainnya.

Pembangunan BTS bukan saja penting, melainkan sudah semestinya dibangun kalau akan meningkatkan kualitas dan cakupan area layanan. Di kawasan Jabotabek ini, Telkomsel sudah memiliki 8,6 juta pelanggan, dan masih banyak lagi calon pelanggan yang menanti, yang berarti membutuhkan lebih banyak BTS baru untuk memenuhi layanannya. Apalagi untuk area Jabotabek ini, Telkomsel menargetkan untuk menambah jumlah pelanggannya hingga mencapai 10 juta hingga akhir 2006.

Sementara itu, secara nasional, industri telekomunikasi Indonesia diperkirakan membutuhkan sekitar 23.000 BTS baru hingga akhir 2007, sebagai tambahan terhadap 20.000 BTS yang ada saat ini. Untuk itu, investasi yang dibutuhkan bisa mencapai Rp. 23 triliun. Ini merupakan antisipasi terhadap pertumbuhan jumlah pengguna telepon seluler Indonesia ke depan.

Kalau pada 2004 jumlah pelanggan telepon seluler Indonesia mencapai 40,8 juta nomor, dan meningkat menjadi 48 juta nomor pada 2005, maka tahun 2010 mendatang diperkirakan jumlahnya akan mencapai 90 juta nomor. Hal inilah yang semakin mendorong diperlukannya membangun puluhan ribu BTS baru, dan itu berarti akan semakin membuat kota-kota besar semakin sesak dengan BTS.

Padahal, untuk membangun sebuah BTS setidaknya dibutuhkan biaya hingga Rp1 miliar, yang meliputi biaya perencanaan, perizinan, pembebasan tanah, berikut perangkat elektroniknya.

Selama ini ribuan BTS itu dibangun oleh masing-masing operator, yang seringkali untuk satu lokasi yang hampir berdekatan ada sejumlah BTS yang dibangun oleh masing-masing operator berbeda. Ini pula yang kemudian membuat kota semakin sesak dengan berbagai BTS milik operator. Ada tumpang tindih lokasi yang mestinya dapat diefisienkan.

Dalam pikiran awam, mestinya ada cara yang lebih praktis dan efektif yang bisa dilakukan, misalnya menjadikan satu BTS digunakan oleh sejumlah operator, karena lokasinya relatif sama atau berdekatan. Dengan satu BTS, tetapi dapat digunakan oleh sejumlah operator, bukan saja akan menghemat investasi operator, melainkan juga semakin memungkinkan untuk memperluas cakupan area layanannya.

Namun, persoalan akan menjadi rumit ketika pertanyaannya, “Siapa yang akan menyediakan menara BTS tersebut; salah satu operator atau dilakukan oleh pihak ketiga”. Jika dilakukan oleh pihak ketiga, sampai sejauh mana pihak ketiga ini mampu menjaga tingkat kebutuhan dari masing-masing operator, terutama dalam kehandalan, ketersediaan, dan dibangun sesuai dengan urgensi dan kepentingan kebutuhannya?

Begitu juga, sampai sejauhmana pihak ketiga itu akan berada di posisi yang kredibel di mata operator, dalam arti kata tidak justru menjadi pressure baru terhadap operator, misalnya yang terkait masalah ketersediaan, harga, perawatan dan sebagainya.

Pertanyaan “Siapa yang akan melakukan”, tak ayal akan memunculkan persoalan baru jika tidak disikapi secara bijak dan transparan. Karena, “mengambil alih” pembangunan dan pengelolaan ribuan BTS bukan saja menyangkut bisnis miliran rupiah, melainkan juga keterkaitannya dengan perkembangan bisnis operator yang jauh lebih besar.

Namun, penataan pembangunan dan efektivitas ketersediaan BTS sudah seharusnya dilakukan dengan melibatkan semua operator yang berkepentingan dan visi bisnis yang lebih baik didukung transparansi dan kredibilitas yang tinggi. Siapapun yang nantinya menjadi pelaksana di lapangan, hendaknya jangan sampai merugikan, baik operator, pemerintah maupun pelanggan.

Selain itu, jangan sampai pengelolaan BTS oleh pihak ketiga justru akan menambah masalah baru bagi operator, persaingan bisnis yang tidak sehat, dan kebijakan pemerintah, terutama di daerah, yang tidak transparan dan tidak adil.

0 people have left comments

Commentors on this Post-