ICT and Internet Business is an Independent Blog Focusing on ICT and Internet Business, eBusiness, Digital Media, Online Advertising, Internet Marketing, Mobile and Wireless, etc.

Sistem Informasi KPU

  • Posted: Friday, November 25, 2005
  • |
  • Author: pradhana

Munculnya “kesinisan” masayarakat terhadap kehandalan Sistem Informasi Komisi Pemilihan Umum (SI-KPU) belakangan ini, setidaknya memunculkan nuansa lain. Dalam kondisi dimana masyarakat kita belum begitu kuat memahami bagaimana peran teknologi informasi (TI) dalam suatu proses, dan harapan yang tinggi seolah-olah TI adalah “mahaguru” yang sangat pintar, memunculkan harapan yang kelewat tinggi.

Di satu sisi, harapan yang tinggi yang menempatkan penerapannya sebagai sesuatu yang sangat ideal, sedang di sisi lain muncul kekecewaaan bahkan penolakan terhadap TI karena tak mampu memenuhi harapan yang terlanjur sudah melambung sangat tinggi. Salahkah teknologi informasi, sehingga harus dihujat sedemikian rupa?

Sayangnya, meski di kalangan masyarakat sendiri persepsinya terbagi, antara yang sinis dengan yang optimis, namun TI sudah terlanjur “memiliki” citra buruk, karena dianggap tak memiliki kredibilitas untuk digunakan dalam sistem penghitungan suara Pemilu yang cepat, tepat dan transparan. Sebagai suatu sistem, TI akan sangat terkait dengan banyak hal yang melingkupinya, yang kesemuanya akan sangat dituntut mampu menunjukkan kinerja yang setara, sedang TI sebagai sistem akan bekerja secara baik kalau sistemnya baik.

Ibarat sempoa, alat hitung tradisional yang banyak digunakan pebisnis Tionghoa, sebenarnya sebagai suatu sistem akan sama dengan menggunakan TI. Hanya saja, kemampuan sempoa dan TI yang justru berbeda, baik dalam kecepatan, ketepatan maupun kemampuan lain TI yang jauh melampaui kemampuan sempoa. Sebagai sistem, ketika input-process-output tak berjalan dengan semestinya, sebagaimana dirancang sebelumnya, maka ia tak mampu menunjukkan kinerja yang diharapkan.

Namun, apapun alasannya, wajah TI kini telah tercoreng dan untuk sebagian orang telah muncul pandangan bahwa TI tak mampu melakukan “tugasnya” dengan baik sebagaimana yang diharapkan. Kalau dicari-cari, maka akan ada berkilometer panjangnya alasan untuk menyalahkan penerapannya. Tapi, pada saat yang sama ada juga berkilometer alasan untuk mengungkapkan nilai penting dan strategisnya. Keduabelah pihak yang berseberangan dalam melihat masalah ini akan saling menuding dan defensif dan itu tidak sama sekali menyelesaikan masalahnya secara lebih proporsional.

Yang justru sangat kita perlukan sekarang ini adalah memberi kesempatan sistem yang ada sekarang ini untuk berjalan sampai menyelesaikan penghitungan suara secara tuntas dan masyarakat memperoleh kepastian mengenai penghitungan suara Pemilu 2004 ini. Karena itulah tujuan yang semula kita harapkan dari penerapan TI SI-KPU.

Setelah itu semua usai, beberapa pihak yang merasa terkait dengan itu, terutama KPU sendiri perlu melakukan introspeksi ke dalam, melihat kembali bagaimana sistem yang diterapkan dan membandingkannya dengan rencana semula, apakah namanya grand design atau lainnya. Keterbukaan untuk melihat masalahnya dengan jernih yang justru akan semakin mempercepat kita bisa memperoleh kejelasan apa yang sesungguhnya terjadi, dan bagaimana keterlambatan pengiriman, penghitungan atau tabulasi suara bisa terjadi.

Perlu kepala dingin untuk melihat semua itu, menilai kembali apa yang terjadi, apa yang telah diterapkan dan bagaimana semua proses dijalankan. Perlu kelapangan jiwa pelaksana yang sekarang ini, bukan sebaliknya malah defensif seolah telah melakukan semuanya secara sempurna, sehingga menuding kesalahannya ada pada orang lain. Sebaliknya, perlu keberanian untuk mengungkapkan secara jelas apa yang dilakukan, bagaimana penilaian awal terhadap masalah yang dihadapi, dan pada saat yang sama ada kesediaan untuk menerima kritik, bahkan tudingan sekalipun, sepanjang hal itu proporsional dengan masalah yang dihadapi.

Hanya dengan begitulah, bangsa ini akan mampu menunjukkan suatu proses dan sistem yang lebih terbuka, yang lebih bertanggung jawab, sehingga semakin mendorong untuk kemudiannya melakukan sesuatu secara lebih baik dan benar. Mengakui kesalahan, atau kekurangan dari npelaksanaan suatu tanggungjawab mungkin selama ini menjadi “barang langka” di negeri ini. Dan, itu jelas sangat merugikan bagi pembangunan bangsa ini menuju cita-cita reformasi yang telah dicanangkan.

Hendaknyalah, jika hal ini dapat diklarifikasi secara lebih terbuka dan jujur, mungkin ini akan menjadi embrio bagi kesadaran, kejujuran dan keterbukaan yang lebih besar di masa yang akan datang.

0 people have left comments

Commentors on this Post-