ICT and Internet Business is an Independent Blog Focusing on ICT and Internet Business, eBusiness, Digital Media, Online Advertising, Internet Marketing, Mobile and Wireless, etc.

Kontroversi

  • Posted: Monday, November 21, 2005
  • |
  • Author: pradhana

Kontroversi di seputar pemanfaatan Teknologi Informasi (TI) oleh KPU pada sistem tabulasi suara pemilih dalam Pemilihan Umum, baik legislatif maupun presiden, masih terus berlanjut. Berbagai pandangan menghiasai kontroversi itu, yang tentu didasarkan pada alasan, nalar dan argumen-argumen yang dilihat dari sudut pandang tertentu yang dibawa oleh masing-masing yang berbeda pendapat itu.

Jamak rasanya ketika ada suatu perbedaan pendapat, masing-masing merasakan dirinyalah yang paling benar, yang paling nalar dalam mengajukan argumen, yang ujungnya berharap pandangannya itulah yang dibenarkan atau didukung untuk “memenangkan” opini publik. Dalam suatu kontroversi yang terkait dengan kepentingan publik, memenangkan opini publik menjadi sasaran yang niscaya.

Namun, dalam lingkungan masyarakat yang baru “berdemokrasi” seperti Indonesia dewasa ini, memenangkan opini publik tidak pada saat yang sama juga berarti memenangkan kepentingan publik dalam arti yang luas.

Bukan berarti pula bahwa perdebatan di negara-negara maju sudah pasti berpihak sepenuhnya pada kepentingan publik yang lebih luas. Karenanya, yang mungkin masih bisa diharapkan adalah munculnya bentuk-bentuk “perimbangan” pandangan untuk menuju pada tataran yang lebih baik, yang tidak lebih dominan untuk kepentingan tertentu dan mengabaikan kepentingan yang lain.

Kontroversi yang terjadi di seputar penerapan TI KPU pun mencuatkan sudut pandang yang berbeda pula. Keberagaman pemikiran dan sudut pandang, karena perbedaan latar belakang, pemahaman dan “kepentingan” juga mestinya memang diperhatikan. Namun, berbagai kepentingan itu seharusnyalah diletakkan pada tataran yang lebih luas, lebih tinggi dan lebih strategis, untuk memenuhi makna dasar tujuan penerapannya.

Kepentingan masyarakat untuk memperoleh informasi yang lebih akurat, sebagai representasi pilihannya dalam Pemilu, sistem TI yang lebih terbuka yang dapat secara langsung dicek oleh masyarakat, lebih cepat terakumulasi dan, pada saat yang sama, juga bisa dilakukan cek silang (cross check), mestinya menjadi perhatian dalam beragam pandangan itu.

Sebaliknya, kalau ada yang masih belum sempurna dalam penerapannya, karena masih minimnya sosialisasi penggunaannya, atau ada sesuatu yang perlu diklarifikasi dari realitas penggelarannya, baik menyangkut investasi, pemasangan, keandalan sistem dan lain sebagainya, tidak pada saat yang sama menegasikan kepentingan dan hak masyarakat untuk memperoleh informasi berbasiskan TI itu.

Secara hukum keabsahan itu, memang didasarkan pada hasil rekapitulasi tertulis yang diberikan oleh jajaran KPU dari yang paling bawah hingga ke KPU pusat. Namun menafikan penggunaan TI, berarti menghilangkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang lebih terbuka, karena dapat diakses kapan saja dikehendaki; dan bisa ditelusuri hingga ke unit-unit penghitungan suara terkecil, yakni TPS.

Belum menjadikan TI sebagai dasar proses pemilihan dan sekaligus penghitungan suara, karena memang perlu suatu proses pembelajaran yang panjang, kesiapan yang lebih baik dan didukung oleh infrastruktur yang luas dan SDM yang berketrampilan, tetapi mestinya tidak menafikannya. Kalau ada yang salah, ya diperbaiki, kalau ada yang kurang, ya dilengkapi dan kalau ada kecurangan, yang diadili.

Namun, menghapuskan penerapannya, berarti menutup diri dari kemungkinan mendapatkan pengalaman dan pembelajaran yang penting. Karena kita percaya, bahwa suatu sistem TI yang dirancang dan diterapkan dengan sungguh-sungguh, bukan saja akan mendorong akurasi dan kecepatan proses dan pengumpulan data, melainkan juga memunculkan transparansi dan nilai-nilai strategis baru.

Di sisi lain, kita pun percaya, bahwa esensi dari demokrasi bukanlah dominasi, baik kekuasaan, informasi atau kepentingan, melainkan liberalisasi yang mendorong pencapaian yang lebih baik, lebih tinggi, dan lebih strategis. Terutama karena “persepsi dan pemahaman”, yang kemudian diikuti oleh penerapan atas sesuatu, menjadi lebih terbuka untuk dicermati dan sekaligus juga dikontribusi.

Karenanya, kontroversi atas nama demokrasi, mestinya juga menjadi esensi perambahan jalan menuju transparansi, tanggungjawab, dan pencapaian masyarakat yang lebih baik, bukan malah sebaliknya dominasi dan degradasi.

0 people have left comments

Commentors on this Post-